Jumat, 31 Mei 2013

NYAMUK...serangga kecil menjengkelkan,,!!!!!!!!


Nyamuk adalah serangga dari ordo diptera yang telah hidup 30 juta tahun yang lalu. Melalui proses adaptasi dan belajar yang cukup lama ini maka kemampuan untuk menemukan mangsanya (inang) tidak diragukan lagi. Alat-alat sensorisnya telah dikhususkan untuk dapat menemukan inang. Sensor yang dapat dideteksi berupa :
Sensor kimia
Nyamuk dapat merasakan keberadaan karbon dioksida (CO2­­­­) dan asam laktat dari radius 100 feet atau 36 meter ( salah satu metode traping nyamuk dewasa adalah dengan menggunakan atraktan berupa gas CO2). Secara alami mammalia dan aves dalam proses respirasinya menghasilkan gas CO2. Selain itu bau keringat juga dapat menarik perhatian nyamuk, sehingga orang yang tidak banyak keringat cenderung jarang ditusuk dan dihisap oleh nyamuk
.
* Sensor visual
Nyamuk mampu mendeteksi mangsanya secara visual dengan melihat warna tubuhnya atau pakaiannya. Pakaian yang berwarna kontras dengan latar lingkungannya, dianggap nyamuk sebagai targetnya. Seperti pada vampir (mayat hidup penghisap darah), motto nyamuk dalam menemukan mangsanya adalah apapun yang bergerak pasti hidup dan mengandung darah. ( so hati-hati dengan KSE’ers yang motonya “Bergerak Tanpa Batas” pasti mudah ditemukan nyamuk)

* Sensor panas
Nyamuk dapat mendeteksi panas, sehingga sangat mudah sekali menemukan inang yang bersifat homoioterm seperti mammal dan aves pada keadaan gelap.
Keberadaan alat sensor ini menimbulkan anggapan bahwa nyamuk lebih mirip pesawat militer dibandingkan dengan seekor serangga. Hal ini juga didukung dengan morfologi dari nyamuk itu sendiri, pada bagian anterior tubuhnya merupakan bagian navigator dengan keberadaan alat-alat sensoris dan terdapat pula alat penusuk dan penghisap. Pada bagian tengah tubuhnya adalah thoraks dengan sepasang sayap terbangnya. Pada bagian posterior adalah abdomen yang merupakan tempat terjadinya berbagai aktivitas metabolisme yang menghasilkan energi layaknya sebagai mesin.
 
Sumber :
Freudenrich, C.C. 2007. HowStuffWorks.com.

Mengenal Entomologi

Entomologi adalah cabang sains yang mengkaji mengenai serangga. Berasal dari bahasa Latin -entomon bermakna serangga dan logos bermakna ilmu pengetahuan. Serangga merupakan kelompok hewan yang terbesar jumlah spesiesnya dibanding hewan yang lain . Saat ini terdapat sekitar 1 juta spesies serangga yang telah dikenali. Bilangan spesies yang sebenarnya tidak diketahui kerana masih banyak yang belum teridentifikasi. Kepentingan pengetahuan entomologi dapat dilihat dari peranan serangga secara langsung maupun tidak langsung dalam kehidupan manusia di bumi ini.


Melimpahnya jumlah serangga membuat kelompok ini menempati hampir seluruh jenis habitat yang ada, bahkan pada habitat yang tidak wajar untuk dihuni hewan seperti di dalam jaringan tumbuhan atau jaringan tubuh hewan lain. Serangga menduduki berbagai macam relung kehidupan dan memiliki fungsi yang beragam di dalam ekosistem sehingga mempelajari mereka merupakan usaha yang sulit, namun bukan berarti tidak mungkin. Karena memilki peran yang bermacam-macam tadi-lah, studi mengenai serangga tidak cukup hanya dari satu disiplin ilmu. Keberadaan mereka dapat dipelajari dari bebagai sudut pandang yang berbeda untuk mendapatkan data mengenai pemanfaatannya. Entomologi merupakan ilmu yang menjadi dasar bagi ilmu-ilmu lain yang memberikan data awal mengenai karakteristik, bentuk kehidupan, dan bermacam pengetahuan lain mengenai serangga yang selanjutnya dapat digunakan untuk menunjang ilmu lain dalam memanfaatkan keberadaan serangga.

Entomologi Kedokteran
Peran entomologi dalam bidang kedokteran terutama berkaitan dengan kemampuan serangga untuk menjadi vektor penyakit. Menurut perannya dalam ilmu kedokteran, serangga dapat digolongkan menjadi: (1)Yang menularkan penyakit (vektor dan hospes perantara);(2)Yang menyebabkan penyakit (parasit); (3)Yang menimbulkan kelainan karena toksin yang dikeluarkan; (4)Yang menyebabkan alergi pada orang yang rentan; (5) Yang menimbulkan entomofobia (perasaan takut terhadap serangga, rasa takut disebabkan oleh bentuknya atau karena gerakannya)
Dari berbagai jenis serangga, serangga dari Ordo Diptera (lalat dan nyamuk) adalah yang paling banyak berperan sebagai vektor penyakit. Banyak penyakit yang disebabkan oleh virus, bakteri ataupun mikroorganisme lain penyebab penyakit seperti Nematoda, dalam penyebarannya dibantu oleh serangga terutama dari kelompok ordo diptera.
Pengendalian vektor dapat digolongkan dalam pengendalian alami (Natural control ) dan pengendalian buatan ( Artifical applied control). Pengendalian alami dapat dilakukan misalnya dengan menggunakan predator alami. Pengendalian buatan dapat berupa pengendalian lingkungan, kimia, fisik, mekanik, biologi, dan pengendalian genetik. Pengembangan metode pengendalian vektor ini masih terus berkembang sehingga memungkinkan untuk menemukan metode yang paling efektif dengan memanfaatkan berbagai disiplin ilmu.

Entomologi Forensik
Perkiraan saat kematian dalam suatu kasus forensik adalah hal yang penting. Perkiraan saat kematian dapat membantu pihak kepolisian dalam konfirmasi alibi seseorang, sehingga mempermudah dalam penentuan tersangka dalam pembunuhan. Dalam ilmu kedokteran, memperkiraan saat kematian tidak dapat dilakukan dengan 1 metode saja, gabungan dari 2 atau lebih metode akan memberikan hasil perkiraan yang lebih akurat dengan rentang bias yang lebih kecil. Salah satu metode yang dapat dilakukan adalah interpretasi aktifitas serangga (entomologi forensik).
Entomologi forensik mengevaluasi aktifitas serangga dengan berbagai teknik untuk membantu memperkirakan saat kematian dan menentukan apakah jaringan tubuh atau mayat telah dipindah dari suatu lokasi ke lokasi lain. Penetuan waktu kematian dapat dilakukan dengan mengidentifikasi umur serangga maupun telur yang ada pada mayat, sehingga para patologis dapat memperkirakan dengan lebih tepat waktu kematian mayat tersebut. Asumsi pokok bahwa mayat manusia yang masih “baru” belum dikerumuni serangga dan serangga tersebut belum berkembang dalam mayat. Dengan demikian umur serangga yang semakin tua beserta telur yang ditemukan pada mayat dapat dijadikan dasar perkiraan interval post-mortem minimum. Untuk menentukan apakah suatu mayat telah dipindahkan dari lokasi pembunuhan yang sebenarnya dapat dilakukan dengan mengidentifikasi serangga yang terdapat pada mayat dan dibandingkan dengan serangga serupa yang terdapat di sekitarnya. Identifikasi terutama secara molekular akan diperoleh data apakah serangga yang terdapat pada mayat berasal dari daerah tempat mayat tersebut ditemukan ataukah berasal dari tempat lain, karena pada dasarnya bahkan serangga yang sejenis dapat memiliki variasi genetik yang berbeda antara lokasi satu dengan yang lain.

Entomologi Lingkungan
Penggunaan bioindikator akhir-akhir ini dirasakan semakin penting mengingat semakin banyaknya pencemaran terhadap lingkungan. Penggunaan organisme indikator didasarkan pada adanya keterkaitan antara faktor biotik dan abiotik lingkungan. Pemanfaatan serangga sebagai indikator serta pengujian hipotesis dalam menominasikan suatu spesies atau kelompok serangga tertentu sebagai suatu bioindikator telah dibahas oleh McGeoch (1998). Menurutnya, bioindikator atau indikator ekologis adalah taksa atau kelompok organsime yang sensitif dan memperlihatkan gejala terpengaruh oleh tekanan lingkungan akibat aktifitas manusia atau akibat kerusakan sistem abiotik.
Beberapa kelebihan penggunaan serangga sebagai bioindikator adalah :
1) Jumlahnya yang sangat melimpah, sehingga memudahkan dalam menghitung keanekaragamnnya.
2) Sering menunjukkan aktifitas yang bermodus (univoltin, partivoltin atau bivoltin), sehingga populasinya dari tahun-ketahun bereaksi dengan cepat terhadap perubahan lingkungan
3) Umumnya bersifat lokal dan kebanyakan diantaranya cocok untuk pemantauan habitat.
4) Dapat dimonitor dengan metode sampling perangkap pasif, sehingga lebih ekonomis dibandingkan metode monitor secara biologis lainnya.
Serangga yang paling sering digunakan sebagai bioindikator saat ini misalnya adalah capung jarum (Agrionidde / Coenagriidae). Daerah dimana banyak terdapat capung diyakini menunjukan bahwa air di daerah tersebut masih bersih atau tingkat pencemarannya masih rendah. Sebab, capung yang menghabiskan sebagian besar hidupnya pada fase nimfa sangat membutuhkan air yang tenang dan bersih. Serangga lain misalnya semut rangrang () digunakan untuk mendeteksi polusi udara, kunang-kunang untuk memonitor pencemaran , dsb.

Entomologi Ekonomi
Salah satu serangga yang menjadi primadona dalam pengembangan usaha mandiri adalah ulat sutra (Bombyx mori). Budi daya sutera alam memang menawarkan keuntungan yang menggiurkan. Saat ini produksi kepompong ulat sutera alias kokon, masih belum sanggup memenuhi seluruh kebutuhan industri kain sutera nasional. Data Depperin menyebutkan, hingga saat ini, produksi kokon ulat sutera hanya sekitar 250 ton per tahun. Jumlah produksi itu masih jauh di bawah kebutuhan kokon nasional yang mencapai 700 ton per tahun.
Usaha ini sebenarnya sangat gampang dan sederhana. Modalnya pun relatif kecil. Cukup dengan uang Rp 60.000, kita sudah bisa mendapat satu kotak berisi 25.000 telur benih ulat sutera. Tentu juga harus disediakan pula berbagai peralatan dan kebutuhan untuk budidaya ulat sutera. Namun, total modal awal membudidayakan ulat sutera tak lebih dari Rp 2 juta. Dalam waktu 25 hari – 32 hari, kita sudah bisa memanen hingga 20 kg kepompong sutera mentah. Rata-rata, satu kokon akan menghasilkan benang sutera sepanjang 1 kilometer. Masa panennya memang cepat karena siklus hidup ulat sutera sejak larva hingga masa kawin serta bertelur, hanya berlangsung selama sekitar satu bulan. Harga kokon sutera normal berkisar Rp 25.000 hingga Rp 30.000 per kilogram (kg). Jika sudah diolah menjadi benang, bisa naik hingga 10 kali lipat ketimbang harga kokon.
Peternakan ulat sutera sesungguhnya multiguna. Ia bisa berfungsi ekologis- melestarikan alam dan industri ramah lingkungan. Bisa juga bernilai ekonomis dan sekaligus susio-kultural. Kain sutera membuka kegiatan sosial bernilai budaya tinggi dan berdampak langsung pada kesehatan. Serat sutera bersifat higroskopis, menghalangi terpaan sinar ultraviolet, menjaga kekenyalan kulit, dapat di manfaatkan sebagai bahan kosmetik maupun industri pengobatan.

Entomologi Estetika
Berbagai jenis serangga yang mempunyai bentuk dan warna indah dan menarik banyak kita jumpai di alam Indonesia. Keberadaan serangga-serangga ini sangat diminati para pencinta seni, kolektor serta memberikan inspirasi berbagai karya seni, perangko dan sebagainya. Namun kekayaan yang sangat indah ini belum dimanfaatkan secara baik dan efisien. Pemanfaatan serangga indah untuk keperluan perdagangan internasional atau untuk atraksi turis (ekoturisme) perlu mulai digalakkan, antara lain dengan cara menyelenggarakan peternakan serangga, Taman kupu dan sebagainya. Kegiatan ini selain mendukung kegiatan penelitian juga merupakan sarana menarik yang mendatangkan devisa sekaligus menjadi salah satu cara konservasi baik serangga serta habitatnya. Namun yang perlu diperhatiakan adalah penjagaan terhadap kekayaan serangga itu sendiri. Pemahaman mengenai karakter serangga perlu dilakukan agar pemanfaatan dan penjagaannya berjalan dengan lebih optimal.

Entomologi Pengobatan
Selain berparan sebagai vektor penyakit, ternyata sebagian serangga juga memiliki peran yang berkebalikan yaitu sebagai agen pengobatan. Baik dari metabolit yang dihasilkannya (misalnya pemanfaatan undur-undur sebagai obat diabetes) maupun dari segi aktivitas serangga itu sendiri. Salah satu jenis serangga yang saat ini dikembangkan pemanfaatannya adalah lalat.
Larva lalat ( belatung ) memang sejak dulu dipakai untuk membersihkan luka. Ulat ini cuma memakan jaringan yang mati dan mempercepat terjadinya regenerasi. Teknik perawatan seperti ini telahdigunakan terhadap tentara-tenteara yang cedera pada Perang Dunia I. Kini belatung digunakan lagi oleh beberapa dokter. Pakar bedah sering kali menggunakan larva untuk merawat penyakit radang tulang atau osteomyelitis dan kematian sel atau gangrene. Jenis lalat yang sering digunakan untuk perawatan ini, terutama di Eropa, ialah lalat rumah Musca domestica serta jenis Lucilla sericata, Lucilla caecar, Phormia regina dan Wohlfahrtia nuba.
Dalam penelitian lebih lanjut didapatkan bahwa selain berperan sebagai pemakan sel mati, ternyata larva lalat juga dapat menghasikan allantoin, ammonia dan kalsium karbonat. Allantoin merupakan suatu bahan protein yang membantu pertumbuhan sel-sel. Ammonia dan kalsium karbonat dapat membuat luka menjadi alkali. Di dalam keadaan ini kuman-kuman dapat dibunuh di samping meredakan bengkak serta mencegah kematian sel-sel.Dalam perkembangannya, telah diciptakan semacam pembalut luka yang dilapisi dengan cairan kotoran dan sekresi yang telah dimurnikan. Cairan itu diambil dari larva lalat hijau hidup. Terbukti bahwa penggunaan terapi ini lebih mempercepat proses penyembuhan luka.


Entomologi Nutrisi
Bagi kelompok masyarakat tertentu, terutama di Afrika dan beberapa kelompok di Asia, konsumsi larva dan serangga dewasa ternyata memberikan sumbangan zart gizi yang sangat berarti.Tercatat terdapat 1700 spesies serangga yang dimakan di 113 negara. Di Eropa dan Amerika, perburuan serangga untuk dimakan ternyata juga dilakukan, tetapi tujuannya sebagian besar adalah untuk gaya hidup. Banyak orang di negara-negara maju tersebut menyukai gaya hidup di alam bebas atau alam liar termasuk cara mendapatkan makanannya. Bagi mereka, serangga merupakan makanan favorit yang sering diburu. Tentu selain bermanfaat bagi pemenuhan kebutuhan pangan, aktivitas ini juga dapat membantu mengurangi populasi serangga perusak dan mengurangi eksploitassi terhadap daging hewan. Serangga kering dengan berat yang sama dikatakan mengandung protein dua kali lebih banyak dibanding daging mentah hewan, serta kaya dengan lemak tidak jenuh, vitamin dan mineral.
Berbagai jenis serangga di berbagai belahan dunia diolah menjadi bermacam-macam panganan. Di Ethiopia, belalang ditumbuk dan direbus dengan susu, atau dikeringkan dan digiling menjadi tepung. Tepung belalang ini kemudian dicampur dengan minyak sayur dan dipanggang menghasilkan makanan sejenis cake. Di Afrika Barat, rayap digoreng dalam minyak sawit, sedangkan di Malawi dan Zimbabwe rayap dipanaskan sebentar, dikeringkan dan kemudian dijual. Beberapa negara tropis memanfaatkan kumbang air sebagai bahan pangan. Kumbang air raksasa (Lethocerus indicus) atau maeng-da-na sangat dihargai di Thailand karena keunikan rasanya. Panjangnya sekitar 5-6 cm dan ditangkap dengan jaring yang dirancang secara khusus. Setelah dikukus, kemudian direndam dalam saos udang dan digerus menjadi pasta yang disebut mang daar. Di Asia Selatan, pupa dari ulat sutra atau Bombyx mory, dimakan sebagai snack setelah diambil benang-benang sutranya. Sebelum menguraikan benang sutra, kokon dicelupkan ke dalam air mendidih, yang menyebabkan pupa di dalam kokon menjadi masak. Pupa ulat sutra juga dapat digoreng dan dicampur daun jeruk purut, atau dibuat sup dengan brokoli dan rempah-rempah.
Pengolahan serangga sebagai makanan seperti yang diuraikan di atas belumlah setengah dari keseluruhan jenis makanan hasil olahan dari serangga. Di beberapa Negara seperti Thailand misalnya, olahan serangga ini dipasarkan secara komersil menjadi makanan kelas atas sehingga banyak orang yang harus antri demi dapat mencicipi makanan dari serangga ini.

Entomologi Pertanian
Permasalahan antara serangga dan pertanian merupakan masalah klasik yang hingga saat ini masih terus dibicarakan. Sebagian serangga memang dikenaal sebagai penolong dengan membantu proses penyerbukan beberapa tanaman budidaya. Namun sebagian besar lainnya justru menjadi biang kerok hancurnya tanaman petani. Masalah ini masih sering kali terjadi sehingga studi tentang masalah ini belum berhenti.
Pengendalian hama menjadi objek yang sering dikaji karena meskipun telah ditemukan berbagai metode pengendalian, tidak semuanya berhasil dengan sangat optimal pada berbagai kasus. Pada kasus tertentu umumnya memerlukan teknik tertentu pula untuk menanggulanginya. Pengendalian hama yang berkembang saat ini adalah pengendalian hama terpadu yang mengkolaborasikan berbagai teknik demi pencapaian hasil yang optimal. Pengandalian hama terpadu (PHT) dilakukan dengan memadukan dan memanfaatkan semua metode pengendalian hama, termasuk pemanfaatan predator dan parasitoid, varietas tahan hama, teknik bercocok tanam dan yang lain, bahkan bila perlu menggunakan pestisida selektif. Hasil yang optimal dapat diperoleh dengan melakukan analisis yang mendalam terlebih dahulu mengenai teknik apa saja yang harus diterapkan untuk suatu kasus tertentu agar populasi hama dapat ditekan namun tidak berdampak buruk terhadap keseimbangan ekosistem. Pengetahuan akan hal ini sangat diperlukan demi menghasilakan produksi pertanian seperti yang diharapkan, namun tetap tidak merusak lingkungan.

Serangga & Mikrobia

 

Serangga dan mikrobia? Mungkin banyak yang bertanya, “emang apa hubungannya antara serangga dan mikrobia?” Banyak sekali peran mikrobia di alam, seperti halnya serangga, mikrobia juga merupakan organisme cosmopolitan yang bisa hidup dalam berbagai habitat. Mikrobia juga bisa hidup dalam tubuh serangga baik sebagai parasit, patogen, atau bersimbiosis mutualisme dengan serangga.
Bombyx mori (Lepidotera: Bombycidae) merupakan salah satu serangga yang bersimbiosis mutualisme dengan mikrobia. Mikrobia akan membantu larva Bombix mory untuk mencerna makanannya yaitu daun Mulberry dengan enzim selulase yang dihasilkan. penelitian telah membuktikan hal tersebut. terdapat lebih dari 3 jenis mikrobia yang bersimbiosis dengan larva Bombyx mori yang hidup dalam intestinum larva tersebut. Sependek pemahaman saya, salah satu tujuan untuk mempelajari hal tersebut adalah untuk memperoleh isolat bakteri dengan produksi enzim optimal yang dapat ditumbuhkan di laboratorium sehingga enzim selulase yang dihasilkan dapat “dipanen” oleh manusia untuk kepentingan manusia. Enzim selulase ini selain untuk mendegradasi limbah juga berpotensi sebagai enzim untuk menghasilkan gula (karbohidrat sederhana) dari bahan dasar yang mengandung selulosa. Ya..siapa yang tau…mungkin pada masa yang akan datang, manusia tidak bisa lagi menanam tebu.. :(
Bersama dengan postingan singkat ini, kita telah menyediakan link bagi yang ingin memperoleh informasi lebih lanjut tentang mikrobia selulolitik dari Bombyx mori. Sependek pemahaman saya, jurnal ini menyediakan informasi yang cukup lengkap. Bahkan ada informasi mengenai rearing Bombyx mori (tapi tetap perlu penelaahan lebih untuk mengikuti metode dari jurnal ini). Hasil penelitian yang disajikan juga lengkap ^^d. Bisa jadi referensi untuk yang tertarik dengan topik yang sama. Banyak variabel yang dipelajari dalam penelitian ini, antara lain instar larva, pH medium pertumbuhan bakteri, dan enzim yang disekresi. Bahkan enzim yang dipelajari aktivitasnya tidak hanya selulase, namun juga amilase, xilase, dan pectinase O.o . Semoga bisa menginspirasi dan menambah pengetahuan…. ^^d

ANDA PUNYA MASALAH DENGAN SERANGGA?????''JANGAN GALAU..HUBUNGI KAMI,,!!,,JANGAN BIARKAN MEREKA MERUSAK PROPERTY DAN PRIVASI ANDA YANG AKAN MENGAKIBATKAN KERUGIAN YANG SANGAT BESAR DALAM HIDUP ANDA,,,!!!,,HUBUNGI KAMI,,,!!!





Tidak ada komentar:

Posting Komentar